“Si miskin” begitu teman-temanku biasa memanggilku. Julukan itu memang sudah melekat dalam diriku sejak aku kelas X (sepuluh). Dan sekarang aku sudah kelas XI (sebelas), itu berarti sudah satu tahun aku duduk dibangku SMA, dan berarti juga sudah satu tahun teman-temanku menjuluki ku si miskin. Hampir semua dari teman-temanku memanggilku dengan sebutan itu. Dari sekian banyak orang disekolahku, hanya Vanya dan Rino yang tidak pernah memanggilku si miskin. Mereka berdua malah mau bersahabat denganku, memang awalnya aku ragu mereka benar-benar ingin menjadi sahabatku. Bagaimana tidak, orang tua Vanya adalah seorang pengusaha kaya, begitu juga dengan Rino. Sedangkan aku… apa mereka mau menjadi sahabatku. Tapi ternyata semua bayangan buruku tentang mereka itu salah, mereka sangat tulus bersahabat denganku. Terbukti sampai sekarang mereka selalu membangkitkanku saat aku terpuruk karna teman-temanku.
“Hey miskin.. kerjakan PR ku.” suruh Reza, siswa yang sangat tenar disekolahku karna orang tuanya yang seorang pengusaha yang amat sangat kaya raya sambil menggebrak mejaku dan melemparkan sebuah buku dihadapanku. Dia memang selalu saja melakukan semua itu dari kelas X. Menyuruhku mengerjakan PRnya, membelikan makanan untuknya, dan masih banyak lagi. Aku hanya bisa menuruti semua kemauannya, aku tidak bisa menolaknya, aku tidak berani untuk melakukannya, apalagi.. ahh sudahlah. Baru saja aku hendak mengerjakannya tiba-tiba Rino dan Vanya muncul, sepertinya mereka tau apa yang terjadi padaku. Mereka memang yang selalu melindungiku saat aku disuruh melakukan sesuatu oleh Reza, hanya mereka yang bisa melawan Reza, itupun terkadang mereka harus menelan ludah karna Reza lebih banyak mendapat dukungan dari teman-temannya. Rino dan Vanya menghampiriku, mereka merebut buku itu dariku. “Vanya.. Rino..” aku menatap mereka heran. “Kami tidak mau kamu terus melakukan ini, sekarang kami akan mengembalikan buku ini pada Reza, biar dia mengerjakannya sendiri.” kata Rino padaku. “ Iya benar, Reza itu sudah keterlaluan Jess, dia memperlakukan kamu layaknya pembantu saja.” sambung Vanya. “Tapi nanti kalian yang dapat masalah.. sudahlah, biar aku kerjakan, lagipula ini hanya lima soal saja.” aku mencoba menahan mereka, aku tidak mau terjadi apa-apa pada mereka. “Hanya katamu ?? ini sudah ke sekian kalinya Reza melakukan ini padamu. Dan kamu hanya bilang saja ?? kamu memang berhati malaikat, tapi kamu juga tidak bisa berdiam diri saja seperti ini, ayo ikut kami.” Vanya menariku untuk menemui Reza.
Saat itu Reza sedang dikantin, kami menghampirinya, dan Rino melemparkan buku itu ke wajah Reza. Reza yang tidak terima atas perlakuan Rino sontak saja langsung memukul Rino. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi, aku segera menghalanginya, alhasil aku yang terkena pukulannya. “aww..” aku merintih karna memang pukulan itu amat sakit. “Jessy..” Vanya menghampiriku. “Aku tidak apa-apa.” aku tidak mau Vanya dan Rino khawatir akan keadaanku. “Brukk..” tiba-tiba Rino memukul Reza dan membuat Reza terjatuh. Tapi ada yang aneh dengannya kali ini, dia yang biasanya langsung emosi saat dia diperlakukan seperti itu, kali ini dia hanya diam dan tertunduk seperti sedang merasa bersalah karna telah memukulku. Tapi apa benar dia merasa bersalah, ahh tidak mungkin. Mungkin dia hanya menunggu waktu yang tepat saja untuk membalasnya. Dan ternyata dugaanku melenceng, dia langsung pergi begitu saja tanpa menghiraukan Rino yang sudah memukulnya, begitu juga aku yang tidak sengaja terkena pukulannya.
***
“Masih sakit Jess ??” tanya Rino sambil terus mengobati bekas luka pukulku. “Tidak, hanya sedikit perih saja.” jawabku. “Kamu memang selalu berkata tidak walaupun kenyataannya iya” ucap Vanya yang baru saja datang membawakan minuman untukku dan Rino. Mendengarnya berkata seperti itu aku hanya tersenyum pasrah, karna memang begitu adanya. “Aku harus pulang, orang tuaku pasti sudah khawatir menungguku.” Aku bangkit dari tidurku dan bergegas pulang dari rumah Vanya. “Kalau begitu biar aku antar.” Rino menawarkan diri untuk mengantarku pulang. “Tidak usah, aku bisa sendiri.” aku menolak tawarannya. “Kamu yakin ??” tanya Vanya. “Iya, aku sudah terbiasa pulang sendiri. Jadi jangan khawatir.” aku meyakinkan mereka sekali lagi. Aku segera pergi karna hari sudah sore. Vanya dan Rino mengantarku ke depan rumah. “Aku pulang yah.” aku berpamitan pada mereka. “Hati-hati yah Jess” ucap Vanya. Tapi saat aku akan pergi, tiba-tiba.. “Jessy.. tunggu.” Rino memegang tanganku dan aku membalikan badanku. “Selama ini kamu selalu menolak jika aku atau Vanya ingin mengantarmu pulang. Kamu juga selalu menolak jika aku dan Vanya ingin ke rumahmu dan bertemu dengan orang tuamu. Dan itu bukan sekali dua kali, tapi sudah berkali-kali.” ucap Rino yang membuatku terkejut. “Iya Jess.. aku juga merasa ada yang aneh dengan sikapmu selama ini. Sudah setahun lebih kita bersahabat, tapi jangankan siapa dan seperti apa keluargamu, rumahmu saja kami tak pernah tau.” kata Vanya yang membuatku semakin bingung. Bingung tak tau harus menjawab apa pada mereka. “A.. aku harus pulang, maaf..” aku tak tau jawaban apa yang harus aku katakan pada mereka, karna itu aku lebih memilih berlari dan pergi tanpa menghiraukan mereka lagi.
***
Pagi ini aku berjalan menuju sekolahku dengan dihinggapi rasa takut sekaligus rasa bersalah. Aku takut kedua sahabatku Vanya dan Rino menjauhiku karna kejadian kemarin. Tapi aku juga merasa bersalah karna selama ini aku memang tidak jujur pada mereka tentang siapa aku sebenarnya. Apa aku harus mengatakannya sekarang ?? kenapa tidak, mereka sudah tulus bersahabat denganku. Tapi aku belum siap, aku belum siap kalau nanti mereka marah dan membenciku atas kebohonganku. Tapi aku juga tidak bisa terus menerus membohongi mereka. Apa yang harus aku lakukan sekarang.
Aku menuju kelasku, terlihat Vanya dan Rino sedang duduk disana. Aku ingin menghampiri mereka, tapi aku mengurungkan niatku mengingat hubungan kami sedang tidak baik sekarang. Aku berbalik hendak pergi ke kantin untuk sarapan, dan akan kembali ke kelas menemui mereka setelah hatiku cukup tenang. “Jessy..” tiba-tiba Vanya dan Rino memanggilku, sungguh hal yang tak pernah ku duga. Aku senang tapi aku juga takut kalau-kalau mereka menanyakan tentang hal seperti kemarin lagi nanti. “Vanya.. Rino.” Aku membalikan badanku, dan ku lihat mereka berdua menghampiriku. “Kami minta maaf, tidak seharusnya kemarin kami berkata seperti itu.” ujar Vanya sambil menggenggam tanganku. “Iya, seharusnya kami menghargaimu untuk tidak mengumbar kehidupan pribadimu.” lanjut Rino. “Tidak, seharusnya aku yang minta maaf, kalian sahabatku, seharusnya aku berkata jujur pada sahabatku.” aku tertunduk karna aku sangat merasa bersalah pada mereka. “Apa maksud kamu dengan tidak jujur ??” tanya Vanya heran. Begitu juga Rino yang terlihat semakin penasaran. “Sebenarnya.. aku..” tak sempat aku melanjutkan perkataaan ku, tiba-tiba seorang muncul dibelakangku. “Sebenarnya kamu bukan si miskin seperti yang selalu kami katakan, tapi kamu adalah anak dari seorang pengusaha yang kaya raya, begitu maksudmu ??” ucap orang itu. “Reza ??” aku menoleh dan ternyata Reza yang mengatakan semua itu. Dari mana dia tahu semua itu. “Apa itu benar Jess ??” tanya Rino sambil menatap mataku. Aku hanya mengangguk tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulutku. “Tapi kenapa Jess ?? kenapa kamu berbohong ??” tanya Rino lagi. “Sudah cukup Rin, biarkan Jessy menjawab semua itu setelah dia merasa tenang nanti.” ujar Vanya mencairkan suasana. Dia menggenggam tanganku pertanda dia masih percaya padaku, aku sedikit tenang. Aku tersenyum melambangkan rasa terimakasihku atas pengertiannya. Ku lihat Reza hendak beranjak dari tempat itu. “Reza..” aku memanggilnya tapi dia tak menoleh. “Dari mana kamu tau semua itu ??” tanyaku padanya. “Ayahmu adalah rekan bisnis sekaligus sahabat Ayahku, kemarin aku dan keluargaku diundang ke rumahmu untuk makan malam. Tak sengaja disana aku melihat foto seorang wanita yang biasa aku panggil si miskin. Aku bertanya pada orang tua mu, mereka bilang itu adalah foto putrinya yang kabur dari rumah sejak setahun lalu karna tidak mau dijodohkan dengan putra dari sahabat mereka, yaitu aku.” jelasnya panjang lebar tanpa membalikan badannya. Sontak saja aku terkejut, hatiku hancur, aku menyesal sudah meninggalkan kedua orang tuaku dan juga perjodohanku. Kalau saja aku tau Reza yang akan dijodohkan denganku, sedikitpun aku tidak keberatan. Ya.. sudah sejak lama memang aku menyukainya secara diam-diam. Itu sebabnya kenapa aku tak bisa menolak apapun yang disuruh olehnya. Karna begitu aku melihatnya, aku seperti sedang dihipnotis dan tak berdaya. Apalagi saat dia tersenyum kepada teman-temannya, aku harap senyuman itu untuku.
***
“Sekali lagi aku minta maaf, aku benar-benar tidak berniat melakukan ini pada kalian.” aku terus menunduk karna rasa bersalah yang amat besar masih bersarang dalam hatiku. “Sudahlah.. kami sudah memaafkanmu. Lagipula kamu melakukan ini bukan tanpa sebab.” ujar Vanya membuat hatiku sedikit lega. Aku menatap Rino, dia terlihat masih marah padaku. “Sejujurnya aku kecewa padamu, teganya kamu membohongi sahabatmu. Tapi seperti yang aku bilang, kalau kita sahabat dan sahabat selalu memberi kesempatan pada sahabatnya yang meminta maaf.” Kata-kata itu sungguh sangat membuat hatiku bahagia. “Jadi kita masih bersahabat ?? jadi aku tidak akan kehilangan sahabat-sahabatku ?? terimakasih.. terimakasih karna kalian sudah mau memaafkanku. Terimakasih juga karna selama ini kalian sudah mau memanggilku sahabat saat orang lain memanggilku si miskin.” Aku tersenyum dan menghapus air mataku yang sempat terjatuh. Aku memeluk mereka pertanda aku sangat menyayangi mereka. “Aku sayang kalian.” “Kami juga sayang kamu, si miskin” ucap mereka bersamaan seraya melepas pelukanku. “hahaha :D” kami tertawa mendengar kata “si miskin”, ahh julukan itu.. apa sekarang mereka masih akan memanggilku seperti itu. Entahlah.. yang penting aku bisa kembali ke rumah orang tuaku lagi, dan aku juga bisa kembali bersama sahabat-sahabatku. Meskipun aku harus kehilangan Reza, orang yang ku cintai. Aku memutuskan untuk tidak melanjutkan perjodohanku meskipun aku tau orang yang akan dijodohkan denganku itu Reza, orang yang ku cintai, dan juga orang yang secara diam-diam ternyata menyukaiku. Alasannya kenapa ?? aku pun tak tau, pikiran itu muncul begitu saja tanpa sebab. Mungkin karna dulu aku sudah menolak perjodohan itu dan mengecewakan Reza, kalau aku menerima perjodohan itu sekarang, berarti sama saja aku sudah mempermainkan perasaan Reza. Ya.. mungkin, yang jelas saat ini aku hanya tidak mau menyakiti perasaan Reza. Aku memang mencintainya, sangat.. tapi aku lebih mencintai Vanya dan Rino, sahabatku. Aku yakin Reza pasti akan menemukan seseorang yang mencintainya lebih dari aku, dan tidak akan mengecewakannya seperti aku dulu.
Tamat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Comments:
Posting Komentar