Setiap hari aku selalu mengajaknya berbicara walau aku dia tak bisa menjawab pertanyaan yang aku ajukan.
Ya….dia adalah Ryan. Orang yang selama ini aku sayangi. Dia selalu ada untukku. Tak pernah menuntut apapun dari aku. Dia adalah sahabat,kakak dan ayah bagiku.
“ Ry, hari ini aku makan nasi goreng tapi lebih enak buatanmu. Kapan kau akan bangun?” Kataku mengajaknya berbicara.
“ Ry, kau tahu kemarin aku melihat anak geng itu lagi tapi karena aku takut jadinya aku berlari saja” Akupun tertidur disamping ranjang Ryan.
“Bil, kau harus pergi….”
“aku harus kemana,Ry?”
“Pergilah ketempat dimana tidak ada rasa sakit”
“Maukah kau ikut,Ry”
“Nanti......aku akan ikut”
“ Kapan?”
“Suatu saat kau akan mengerti”
Aku terbangun karena bermimpi aneh sekali. Aku melihat Ryan akan pergi. Lebih baik aku keluar dulu. Sudah dua hari aku berada dikamar rumah sakit. Rasanya menyenangkan dapat menghirup udara senja.
“ Selamat pagi suster….” Sapaku pada suster.
Tak ada sahutan. Mungkin lagi sibuk dengan pasien kecilnya.
“ Lagi menanam apa,Pak?” Tanyaku ke tukang kebun dirumah sakit.
“Nona,sudah bangun? Saya tadi lihat nona diruang tunggu”.
“ Iya pak. Ini saya lagi jalan-jalan. Bapak lagi apa?” Tanyaku.
“Saya lagi menanam bunga,non”
“Ya sudah. Saya pergi jalan-jalan dulu,pak”
“Non,................” Panggil Bapak itu.
“Iya ada apa,pak?”
“Oh...tidak apa-apa,non”
Aku bingung dengan bapak itu.
“Pulanglah,Bilna….”
“ Tapi aku tidak bisa,
Mimpi itu selalu saja disaat sore hari. Aku terbiasa tidur sore walau hanya sebentar saja. Mimpi itu sangat nyata dimana aku dan Ryan bertemu disuatu taman yang indah. Disana aku melihat Ryan bersama seseorang yang tidak aku kenal. Ryan berkata kalau aku harus pergi. Aku tidak mengerti apa yang dikatakannya.
“ Ry, kenapa sih kamu selalu datang dimimpiku? Ada hal apa yang ingin kau katakan?” Tanyaku saat aku terbangun dari mimpi itu.
Aku tidak mengerti arti mimpi ini sebenarnya. Mengapa Ryan menyuruhku pergi? Daripada pusing memikirkan mimpi itu lebih baik aku pergi jalan-jalan saja.
Tiba-tiba ada seseorang yang memanggilku dari belakang.
“Bapak.....” Kataku terkejut.
“Apa dia yang kau tunggu?”
“Iya pak. Dia adalah orang yang sangat saya sayangi”
“Orangtuamu dimana?”
“Orangtua saya sudah lama meninggal,pak. Sekarang hanya tinggal kakak saya dan dia saja”
“Kau seharusnya pulang,non. Kau sudah terlalu lama disini. Apa kau tidak ingin pulang kerumah?”
“Tidak,pak. Saya lebih senang berada disini”
Bapak itu hanya tersenyum penuh arti kemudian melangkah pergi.
“Kenapa sih bapak ini. Aneh..........” Gerutuku dalam hati.
“Memang benar sih yang dikatakan bapak itu. Aku sudah lebih seminggu tidak pulang kerumah. Setelah selesai kuliah aku akan kesini. Lebih baik aku pulang dulu sambil mengambil pakaianku”. Kataku sendiri.
Terpaksa deh aku jalan kaki. Taksi yang hendak aku tumpangi selalu didahului oleh penumpang lain. Aku kalah cepat dengan mereka. Kalau naik bis aku tidak terbiasa. Biasanya Ryan yang selalu menemaniku tapi aku tahu dia sedang sakit. Menyusuri jalan ini selalu mengingatkanku tentang kebersamaan kami. Ryan selalu melindungiku dari preman-preman jalanan. Kuat juga dia. Aku sayang dengannya. Akhirnya sampai juga aku dirumah. Untungnya rumah dengan rumah sakit tidak terlalu jauh. Karena aku terlalu capek akhirnya aku lebih memilih tidur disofa depan.
“Bil,pulanglah….”
“ Tapi aku harus pulang kemana,Ry? Ini kan rumahku”
“Hanya kau yang tahu jalan pulangnya”
“Ryan…..aku ngga ngerti apa maksudmu?”
“Suatu saat kau pasti mengerti,Bil”
Aku terbangun lagi karena mimpi yang sama. Mengapa kau selalu menyuruhku pulang,Ry? Aku mau menemanimu sampai kau sadar. Apa kau tidak mengerti juga?
“Kau sudah bangun,Bil” Tanya sesorang saat aku sudah tersadar dari tidurku.
Aku terkejut dengan apa yang aku lihat.
“Ry,apa itu kamu?”
“Dasar nih anak. Iya....ini aku. Memang aku hantu apa?”
“Tapi....kan?”
“Tapi apa?” Jawabnya ketus.
“Tapi kan kamu ada dirumah sakit. Kamu kan mengalami kecelakaan,Ry?”
“Kecelakaan! Mimpi kali kamu nih”
“Tapi benar ini,Ry”
“Makanya tidur jangan sampai 5 jam. Dasar pemalas....”
“Tidur?” Jawabku tak yakin.
“Sudahlah,Bil. Memang kamu tidur kok”
“Itu tidak mungkin,Ry. Tadi aku ada diruang tamu”
“Diruang tamu apanya. Lah wong kamu kamu ada dikamarmu sendiri kok”
Saat kulihat ternyata memang benar aku ada dikamarku sendiri.
“Ya sudah aku mau pergi dulu ya.........” Ucapnya sambil meninggalkanku.
Aku masih bingung dengan keadaan ini. Kalau aku tidur kenapa kejadian beberapa ini begitu nyata. Segera aku pergi kerumah sakit untuk menyakinkan bahwa aku salah lihat Ryan.
Saat aku sudah berada dirumah sakit dan aku akan memasuki kamar Ryan. Aku sangat terkejut karena aku lihat Ryan masih terbaring disana dengan selang infusnya. Lalu siapa yang kulihat dirumah tadi?
“Non,kenapa?” Tanya bapak itu sambil bersih-bersih kamar.
Aku masih bisa menjawab apapun. Aku masih begitu syok dengan apa yang kulihat tadi.
“Seharusnya nona sudah tahu jawabannya?” Ucapnya sambil berlalu pergi.
“Jawaban?”
“Maksud bapak apa?” Tanyaku tapi tak kulihat lagi bapak itu pergi dengan cepatnya.
“Sebenarnya apa yang ingin kau katakan,Ry. Kau jangan membuatku takut”
Daripada aku bingung dengan keadaan ini lebih baik aku kekantin dulu. Sudah harus diisi perutku. Saat aku hendak melangkahkan kakiku. Aku mendengar tangisan anak kecil.
“Adek kenapa?” Tanyaku pelan.
“Aku tersesat,kak”
“Loh kok bisa?”
“Aku tidak tahu”
“Mari kakak antar kebawah. Mungkin recepsionis dilantai bawah bisa menemukan papa dan mamamu,dek”
“Aku sudah kesana tapi mereka ngga mendengar”
“Ya ampun. Masa mereka tidak memperdulikan anak kecil ini” Kesalku dalam hati.
“Kak,..........” Ucapnya sambil menarik bajuku.
“Iya ada apa,dek”
“Aku sudah dijemput”
“Dijemput oleh siapa?”
Dia menunjuk lelaki tua yang ternyata bapak cleaning service.
“Apa ini cucu bapak?”
“Iya non...”
“Ayo kakek. Kita pulang....”
“Iya mari kita pulang.........” Jawab bapak itu lembut.
“ Kak,apa kakak juga tidak pulang?”
Aku hanya menggeleng.
“Kakak itu masih belum bisa pulang,Rio?”
“Kenapa kek?”
“Biar dia yang tahu jawabannya......”
Si adek kecil itu tersenyum penuh arti padaku sambil berlalu pergi.
Sebenarnya aku masih bingung dengan kejadian ini. Aku masih belum bisa membedakan antara mimpi dan kenyataan.
--------------------------------------------------
Akhirnya aku pulang kerumah. Sepi rasanya disini. Mbak Murni lagi ke Palembang bersama suaminya. Aku hendak mandi saat aku dengar ada orang memasak didapur. Aku sekali lagi terkejut. Aku mengucek mataku apa yang kulihat benar nyata.
“Oh....kamu Bil. Sudah bangun, Putri Tidur?”
“Ka....kamu........?”
“Emang kenapa,Bil?”
“Aku tak percaya ini. Aku pasti sudah gila. Lebih baik aku tidak pulang” Kataku beranjak pergi.
“Ternyata kau masih belum sadar ternyata”
Aku tak mau mendengar apa yang dia katakan. Aku segera pergi dan keluar dari rumah ini. Apa aku sudah gila sehingga aku tidak bisa membedakan antara halusinasi dan kenyataan.
“Ya...Tuhan. Apa karena aku terlalu merindukannya sehingga aku seperti orang gila?” Keluhku dalam hati.
Aku segera menelepon Mbak Murni tapi tak ada sahutan apapun. Mungkin Mbak Murni sibuk karena sebentar lagi kakak iparku akan dilantik jadi Kepala Desa. Aku segera beranjak kerumah sakit dan mungkin aku akan tidur sebentar lagi.
“Bil,bangunlah...............”
“Ryan....................”
“Ayo..kita pulang,Bil?”
“Tapi ini kita kan udah pulang,Ry”
“Bukan disini tempatnya,Bil”
“Lalu dimana,Ry?”
“Kau akan tahu nanti. Tunggulah saatnya”
Aku terbangun karena terkejut. Mimpi itu begitu nyata sekali. Ryan membangunkanku dan mengajakku pulang tapi aku tidak tahu pulang kemana.
“Kau sudah bangun,nona?” Tanya bapak itu lagi.
“Bapak? Apa bapak sudah lama disini?”
Bapak itu mengangguk.
“Ada apa,pak?”
“Saya mau berpamitan sama nona. Sudah waktunya saya pulang”
“Maksud bapak apa? Saya tidak mengerti?’
“Saya mau pulang dimana seharusnya saya berada karena masalah saya sudah selesai disini”
“Bapak mau pensiun?”
“Tidak...”
“Lalu masalah apa,pak?”
“Saya sudah menemukan cucu saya. Saya mohon diri dulu,nona. Terima kasih sudah mau berteman dengan saya” Sahutnya sambil beranjak pergi.
Aku tidak bisa mengantar kepergiannya. Aku masih pusing dengan mimpi yang kualami. Mungkin lebih baik aku jalan-jalan dulu sambil menyegarkan pikiranku. Aku berkeliling rumah sakit ini dan akhirnya aku berada disuatu ruangan yang dipenuhi oleh foto-foto orang yang berjasa dirumah sakit. Aku mendengar pembicaraan para suster yang membersihkan ruangan ini.
“Mel,ini foto siapa?”
“Oh itu...Itu bapak Hartono namanya”
“Apa beliau seorang dokter?”
“Bukan..beliau seorang cleaning service disini. Sudah hampir lima puluh tahun dia mengabdikan hidupnya untuk rumah sakit ini. Sejak rumah sakit ini berdiri”
“Berarti beliau masih remaja waktu kerja disini dan kalau beliau masih hidup mungkin usianya tujuh puluh tahun dong” “Iya kira-kira seperti itu”
“Mengapa atasan kita menaruh fotonya?”
“Karena beliau sudah menyelamatkan istri atasan saat kecelakaan sepuluh tahun yang lalu sehingga atasan kita menaruh fotonya disana”
“Tapi kudengar-dengar dari satpam yang berjaga malam,Mel. Bapak ini sering menampakkan dirinya kadang beliau masih bersih-bersih”
“Iya sih,Nat tapi beliau tidak pernah menganggu siapapun kok. Beliau hanya ingin kita tahu tentang keberadaannya” “Kok kamu tahu?”
“Karena aku pernah melihatnya sekali”
“Ah..kau ini membuatku takut. Ayo kita pergi saja. Merinding aku”
Siapa sih orang yang dikatakan suster ini. Aku segera melihatnya tapi alangkah terkejutnya aku saat aku memandang foto itu. Ternyata bapak yang selama ini aku temui adalah orang yang sudah lama meninggal sepuluh tahun yang lalu. Aku tak habis pikir dengan semua ini. Apa aku sudah gila? Aku segera berlari sekencangnya. Aku ingin berteriak memanggil suster tadi tapi mereka tidak mendengarku. Sebenarnya ada apa denganku? Kenapa aku bisa melihat orang-orang yang sudah tiada.
Ketika hendak masuk kamar aku mendengar tangisan Mbak Murni.
“ Seharusnya aku melarangnya pergi menemuiku,mas?”
“Sudahlah Murni.....Ini sudah takdir. Kita tidak bisa mencegahnya” Ucap Kakak Iparku menenangkan.
“Seandainya saja aku tidak pergi mungkin dia tidak akan menyusulku ke Palembang. Sekarang lihatlah,mas. Adikku satu-satunya sudah pergi meninggalkanku”
“Maksudnya apa? Bukannya aku masih punya saudara yang lain” Ucapku dalam hati.
“Murni,tabahkan hatimu”
“Mas,tahu kan tiga tahun lalu Ryana pergi meninggalkan kita semua karena kecelakaan kemudian mengapa Bilna juga ikut pergi,mas”
“Murni,kita tak bisa mengelak dari takdir Tuhan”
“Aku tahu mas. Sejak kematian saudara kembarnya. Bilna selalu berprilaku seperti Ryana kadang dia menjadi dirinya sendiri. Aku tahu dia merasa sangat kehilangan saudara kembarnya sehingga dia menyusulnya” Tangis Mbak Murni. “Apa yang diucapkan Mbak Murni benar? Aku harus masuk untuk memastikannya”
Aku memanggil Mbak Murni tapi seakan-akan mereka tak melihatku berada disini. Aku memanggil dokter Pram tapi tetap tak ada sahutan.
“Kita harus mengurus pemakamannya segera,Murni” Ucap Kakak Iparku.
“Kami turut berduka cita” Sahut dokter Pram.
Perlahan-lahan aku mendekati ranjang itu dan aku tak menyangka yang terbaring disana dengan selang infus adalah aku sendiri. Jadi selama ini aku menunggui diriku sendiri? Seketika juga aku ingat peristiwa itu. Tiga tahun lalu Ryan atau tepatnya saudara kembarku kecelakaan mobil. Aku sangat kehilangan dia sehingga kadang aku berpenampilan selayaknya dia. Kalau selama ini aku dirumah sakit siapa yang sebenarnya aku temui dirumah?
“Bilna,apa kau sudah mengerti sekarang?” Tanya seseorang yang sangat kukenal dari belakang.
“Ryan....?” Ucapku tak percaya.
“Ya....ini aku,Bil. Aku mau menjemputmu pulang”
“Pulang? Tapi kemana?”
“Pulang ketempat tidak ada rasa sakit”
Aku masih belum percaya bahwa aku sebenarnya aku sudah tidak ada lagi didunia ini.
“Kau pasti belum percaya sepenuhnya,bukan? Aku seringkali memanggilmu tapi kau tak pernah mengubrisnya dan aku juga muncul dihadapanmu tapi kau tetap tak percaya”
“Jadi selama ini yang berjalan dan berbicara denganmu atau bapak itu adalah rohku?”
“Iya Bilna sayang....Kau masih belum bisa menerima kematianmu,kan”
“Iya...aku sudah berjanji padamu,kan sebelum kau pergi. Aku harus menjaga Mbak Murni. Aku masih belum bisa pulang,Ry”
“Ini sudah takdir,Bilna. Kau harus bisa menerimanya. Mbak Murni sudah ikhlas dengan ini semua,Bilna”
Aku hanya bisa menangis.
“Nah....mari kita pulang adikku” Ucapnya sambil mengulurkan tangannya.
Aku segera menerima uluran tangannya dan tersenyum.
0 Comments:
Posting Komentar