Angin bertiup kencang. Langit kelabu. Daun-daun gugur berhamburan. Pohon-pohon bambu bergoyang. Ada suara seperti memanggil-manggil dari jauh. Tak lama kemudian hilang ditelan angin. Lalu guntur di langit seketika bergemuruh. Terkadang aku memberanikan diri untuk menoleh ke belakang namun tak terlihat apa-apa, hanya dedaunan yang berhamburan di terpa angin. Hujan tiba-tiba turun menerpa diriku. gerimis, kemudian hujan lebat. Langit seperti menangis, beberapa saat kemudian terdengar lagi suara itu.
Dalam hati aku berkata “Siapa yang mengikutiku?” lalu ku hela napas panjang dan kemudian memulai untuk menenangkan diriku, “mungkin ini hanya perasaanku saja.”
Setibaku di rumah, ku rogoh saku celanaku mencari kunci kamarku. Sebelum pintu kamar ku sempat terbuka, teman yang kebetulan lewat menegurku
“Hei, kamu baru pulang?, terus yang di dalam siapa?”
Tiba-tiba aku terkejut, jantungku berdetak kencang. Siapa di dalam? Bagaimana dia bisa masuk, selain aku tak ada yang memegang kunci kamarku.
“Mungkin kamu salah dengar” jawabku dengan ragu-ragu. Sambil ku coba tuk membuka pintu tersebut.
Ada apa ini, apa yang terjadi di dalam kamarku? Sepertinya ada seseorang yang telah masuk dan mencari sesuatu. Tapi apa? Tak ada barang berharga sama sekali di kamar ini. Lagian pencuri mana yang sempat mampir di kamar yang kosong ini, tak ada sama sekali sesuatu yang pantas dicurinya. Kembali ku periksa sudut demi sudut di kamarku, tapi tak satu pun barang milikku yang hilang. Anehnya selain barang-barangku yang berantakan, dan kertas-kertas berterbangan aku melihat sesuatu yang aneh di dekat tempat tidurku. Karena takut temanku lebih memilih untuk kembali ke kamarnya.
13 Okt 2013
Mengenal Mu
Awal januari 2013 adalah awal kebangkitan ku dari keterpurukan di tahun sebelumnya “move on” yah inilah awal yang baru dan detik-detik menjelang ujian nasional. Emmh aku butuh semangat untuk melalui semua ini. Hingga suatu saat datanglah seseorang masa laluku kita sudah 2 tahun tak bertemu ya dia adalah mantan aku namanya faisal. Dulu kita pisah karena dia masih kekanakan ya wajar lah aku duduk di bangku sma dia di smp masi cinta monyet. Brondong-brondong itulah lontaran yang muncul dari teman-teman ku. Dan awal januari itu pula aku memulai denganya aku duduk di bangku kelas 3 sma dan faisal baru duduk di bangku kelas 1 smk. Haduh kalau begini bukan move on namanya tapi clbk alias cinta lama belum kelar hihihi…
Setelah sekian lama ga bertemu aku harap dia berubah, yah benar dia kedewasaanya mulai muncul. Sejak pertemuan itu kita sering komunikasi, canda tawa, berangkat bareng karena sekolah kita satu jalur jalanya. Lama kelamaan aku nyaman dengan dia aku selalu semangat apalagi aku kan mau un. Dan akhirnya kita balikan senang nya aku. Tak peduli orang lain mau berkata apa mau bilang “masa sama brondong sih beda jauh” itu kata orang-orang tapi aku ga peduli aku selalu bahagia denganya lebih-lebih kepribadianya aku suka banget apalagi dia rendah hati semakin membuat aku selalu merindu. Dia yang selalu apa adanya yang konyol, lucu pelupa juga campur aduk deh.
Setelah sekian lama ga bertemu aku harap dia berubah, yah benar dia kedewasaanya mulai muncul. Sejak pertemuan itu kita sering komunikasi, canda tawa, berangkat bareng karena sekolah kita satu jalur jalanya. Lama kelamaan aku nyaman dengan dia aku selalu semangat apalagi aku kan mau un. Dan akhirnya kita balikan senang nya aku. Tak peduli orang lain mau berkata apa mau bilang “masa sama brondong sih beda jauh” itu kata orang-orang tapi aku ga peduli aku selalu bahagia denganya lebih-lebih kepribadianya aku suka banget apalagi dia rendah hati semakin membuat aku selalu merindu. Dia yang selalu apa adanya yang konyol, lucu pelupa juga campur aduk deh.
Misteri di Akhir Desember
Di tengah keramaian kota Jogja Jawa Tengah, sebuah mobil Avanza berwarna Silver melaju dengan kecepatan penuh menyalip mobil-mobil lain yang berlalu lalang di sekitarnya. Mobil itu tak lain adalah mobil yang ku kendarai bersama Tante Risti dan Nenek. Dengan tatapan kosong ku terawang keluar jendela melihat tetesan-tetesan air hujan yang mulai membasahi seluruh kota. Pagi ini suasana kota Jogja cukup ramai, akan tetapi dalam pandanganku suasana kota ini sangatlah sepi bak kota yang tak berpenghuni. Kini satu persatu semua kenangan masa lalu itu mulai berterbangan dan berputar-putar seperti komedi putar di kepalaku. Betapa dahulu sangat ku mencintai kota kelahiranku ini, kota dimana aku tumbuh besar bersama kedua orang tua yang sangat aku cintai. Namun kini semuanya tinggallah kenangan belaka, semua telah sirna seiring dengan berjalannya waktu dan bergantinya hari. Takdir telah merenggut kedua orangtuaku dengan begitu sangat cepatnya. Padahal aku masih sangat membutuhkan mereka dalam kehidupanku. Aku belum puas memeluk mereka, berkumpul bersama mereka, bercanda tawa, bahkan aku juga belum puas dimarahin mereka jika aku melakukan kesalahan. Tetapi mengapa takdir begitu kejam kepadaku?
Huuuft… pertanyaan itulah yang selalu ada dipikiranku dan sampai saat ini juga belum kudapatkan jawabannya.
Hujan semakin deras dan angin juga semakin berhembus kencang membelai cela-cela dedaunan yang kemudian menerpa ranting pohon yang tak berdosa. Berkali-kali ranting pohon itu diterpanya hingga pada akhirnya ranting itu pun jatuh lunglai tak berdaya ke tanah. Di saat itu pula aku tersadar bahwa aku melupakan satu hal yang mungkin adalah jawaban dari semua pertanyaanku selama ini. Perlahan lahan aku mulai mengingat kejadian pada malam itu, kejadian yang dimana sulit untuk bisa diterima oleh akal sehatku.
Huuuft… pertanyaan itulah yang selalu ada dipikiranku dan sampai saat ini juga belum kudapatkan jawabannya.
Hujan semakin deras dan angin juga semakin berhembus kencang membelai cela-cela dedaunan yang kemudian menerpa ranting pohon yang tak berdosa. Berkali-kali ranting pohon itu diterpanya hingga pada akhirnya ranting itu pun jatuh lunglai tak berdaya ke tanah. Di saat itu pula aku tersadar bahwa aku melupakan satu hal yang mungkin adalah jawaban dari semua pertanyaanku selama ini. Perlahan lahan aku mulai mengingat kejadian pada malam itu, kejadian yang dimana sulit untuk bisa diterima oleh akal sehatku.
Aku Masih Mencintaimu
Tuutt.. tuutt.. (bel berdering)
“iya sebentar”
Klik.. !!! (membuka pintu) “silahkan masuk”
“eh tidak mbak, ini Cuma mau nganter undangan pernikahan temen SMAnya mbak aja” jawab pengantar undangan itu.
“owh, iya terimakasih ya..?”
“sama-sama mbak, pamit ya..?”
“iya”.
"undangan pernikahan dikasih ke aku, emang siapa yang menikah ya" pikirku, aku buka undangan itu dan betapa terkejutnya setelah melihat nama yang tertera di undangan itu ‘DANAR KELVINDA dan DIAN PUSPITA’. Ternyata mereka jadi menikah juga, dan usaha dian untuk memisahkan danar dari gangguan cewek-cewek lain membuahkan hasil, selamat ya buat kalian berdua. Pandanganku menerawang jauh saat kita masih SMA dulu.
“iya sebentar”
Klik.. !!! (membuka pintu) “silahkan masuk”
“eh tidak mbak, ini Cuma mau nganter undangan pernikahan temen SMAnya mbak aja” jawab pengantar undangan itu.
“owh, iya terimakasih ya..?”
“sama-sama mbak, pamit ya..?”
“iya”.
"undangan pernikahan dikasih ke aku, emang siapa yang menikah ya" pikirku, aku buka undangan itu dan betapa terkejutnya setelah melihat nama yang tertera di undangan itu ‘DANAR KELVINDA dan DIAN PUSPITA’. Ternyata mereka jadi menikah juga, dan usaha dian untuk memisahkan danar dari gangguan cewek-cewek lain membuahkan hasil, selamat ya buat kalian berdua. Pandanganku menerawang jauh saat kita masih SMA dulu.
7 Mar 2013
Cerita Seram Saat Datang Cepat ke Sekolah
Hi.. perkenalkan nama saya Dewi Hestia, mau berbagi cerita seram tapi kejadiannya udah agak lama sekitar 2 tahun lalu waktu saya masih kelas XII SMP.
Pagi itu saya berangkat ke sekolah agak cepat sekitar pukul 6:15 karena banyak tugas yang belum kelar, bukan PR tapi semacam proposal karena saya salah satu pengurus OSIS. Saat tiba di sekolah suasananya masih sangat sepi, belum ada anak-anak yang datang. Pagi itu pun cuacanya mendung dan gerimis, saya pun bergegas menuju kelas, dan dari kejauhan saya melihat siswa perempuan lagi duduk2 di taman samping kelas. Dalam hati "Yes.. ada kawan datang cepat juga :D "
"Eh.. kamu Dinda, cepat juga yah datangnya" sapaku.
"Ia Wik dah biasa pun", sambil senyum terpaksa.
"Ngapain duduk disini kan gerimis, yuk Din ke kelas".
"Jangan Wik, jangan masuk ke kelas dulu, tunggu anak2 ramai datang", Dinda berusaha mencegatku dan mukanya kelihatan pucat, kaki tangannya pun gemetaran gitu.
"Memang kenapa Din?" tanyaku.
"Gpp Wik, tadi pas aku masuk kelas kayak ada sesuatu gitu, sebaiknya kamu jangan masuk dulu sendiri".
"Oh.. baiklah, tapi aku masukin tas dulu ya. Nanti aku kesini lagi".
Pagi itu saya berangkat ke sekolah agak cepat sekitar pukul 6:15 karena banyak tugas yang belum kelar, bukan PR tapi semacam proposal karena saya salah satu pengurus OSIS. Saat tiba di sekolah suasananya masih sangat sepi, belum ada anak-anak yang datang. Pagi itu pun cuacanya mendung dan gerimis, saya pun bergegas menuju kelas, dan dari kejauhan saya melihat siswa perempuan lagi duduk2 di taman samping kelas. Dalam hati "Yes.. ada kawan datang cepat juga :D "
"Eh.. kamu Dinda, cepat juga yah datangnya" sapaku.
"Ia Wik dah biasa pun", sambil senyum terpaksa.
"Ngapain duduk disini kan gerimis, yuk Din ke kelas".
"Jangan Wik, jangan masuk ke kelas dulu, tunggu anak2 ramai datang", Dinda berusaha mencegatku dan mukanya kelihatan pucat, kaki tangannya pun gemetaran gitu.
"Memang kenapa Din?" tanyaku.
"Gpp Wik, tadi pas aku masuk kelas kayak ada sesuatu gitu, sebaiknya kamu jangan masuk dulu sendiri".
"Oh.. baiklah, tapi aku masukin tas dulu ya. Nanti aku kesini lagi".
Dalam 2 Menit
Aku tidak ingat secara pasti, alasan apa yang membuatku memutuskan untuk mengunjungi taman ini. Mungkin karena rumahku sendiri sedang kosong. Atau mungkin karena tidak ada rumah lain yang bisa kukunjungi. Bahkan mungkin keduanya! Either way, sekarang, saat aku sudah di sini, aku malah seperti orang linglung.
Seperti sepatu kiri yang sedang mencari si sepatu kanan.
Biasanya, pengunjung taman ini bisa dihitung dengan menggunakan seluruh jari yang ada di tubuh manusia. Dan kebanyakan dari mereka adalah sepasang sneakers yang sedang melingkarkan dan memainkan tali sepatunya di sepasang hak tinggi.Tapi sekarang, hampir di setiap mata angin tempat mataku berhenti untuk menatap sebentar, aku selalu menemukan beberapa pasang sepatu berbagai jenis. Entah itu sepasang pantofel dan hak tinggi yang sedang bergandengan tangan. Atau sepasang sendal wanita yang sedang menggendong sepatu bayi dan merundingkan sesuatu dengan sepasang sendal pria di sampingnya. Bahkan pantai di taman ini pun dipenuhi dengan sepasang kaki telanjang berbagai ukuran dan umur.
Aku mengangkat tangan kananku. "4:15" adalah angka yang terpampang di jam digital yang melilit pergelangannya. Aku pun menghela nafas. Cukup sudah, umpatku dalam hati, seraya sneakersku mulai melangkah dan kedua tanganku mulai sibuk dengan kabel headset yang terlilit.
Seperti sepatu kiri yang sedang mencari si sepatu kanan.
Biasanya, pengunjung taman ini bisa dihitung dengan menggunakan seluruh jari yang ada di tubuh manusia. Dan kebanyakan dari mereka adalah sepasang sneakers yang sedang melingkarkan dan memainkan tali sepatunya di sepasang hak tinggi.Tapi sekarang, hampir di setiap mata angin tempat mataku berhenti untuk menatap sebentar, aku selalu menemukan beberapa pasang sepatu berbagai jenis. Entah itu sepasang pantofel dan hak tinggi yang sedang bergandengan tangan. Atau sepasang sendal wanita yang sedang menggendong sepatu bayi dan merundingkan sesuatu dengan sepasang sendal pria di sampingnya. Bahkan pantai di taman ini pun dipenuhi dengan sepasang kaki telanjang berbagai ukuran dan umur.
Aku mengangkat tangan kananku. "4:15" adalah angka yang terpampang di jam digital yang melilit pergelangannya. Aku pun menghela nafas. Cukup sudah, umpatku dalam hati, seraya sneakersku mulai melangkah dan kedua tanganku mulai sibuk dengan kabel headset yang terlilit.
19 Jan 2013
Dendam Gadis Kecil
Ada seorang gadis bernama Miho yang pindah dari kota besar ke pedesaan untuk mencari kerja. Pada suatu hari, Miho mendapat kabar, kalau ibunya yang sakit sudah semakin parah. Dan harapan hidupnya semakin menipis..
Kabar ini membuat Miho bergegas pulang ke kota asalnya, ini adalah kepulangan pertama sejak Miho meninggalkan kota besar beberapa tahun lalu…
Miho menumpang kereta sore ke kota. Saat itu hari sudah mulai gelap, dan saat tiba di stasiun..tidak ada seorangpun yang menjemput Miho. Jadi Miho memutuskan untuk berjalan pulang, melewati rel kereta api..saat berjalan di rel..(motong jalan kali ya?!)..Miho berpapasan dengan seorang gadis kecil. Miho merasa familiar, seolah-olah pernah mengenal gadis itu…entah di mana..entah kapan…
Saat Miho menyeberang rel, gadis kecil itu memegang tangan Miho kuat-kuat dan menatap Miho. Gadis itu diam saja. Sampai gerbang rel mulai menurun..tanda akan ada kereta yang lewat. Miho melepaskan tangan si gadis kecil dan berlari menyeberang. Tidak ada waktu untuk menengok dan melihat apakah gadis itu menyeberang juga atau tidak. Saat tiba di seberang…Miho bergidik..dia bertanya pada dirinya sendiri, apakah gadis kecil itu baik-baik saja? Apakah dia sudah menyeberang? Tapi Miho menenangkan dirinya sendiri, gadis kecil itu pasti baik-baik saja..dan Miho bergegas pergi.
11 Jan 2013
Persahabatan Terlarang
Sejak pertemuan itu, aku dan Devan mulai bersahabat. Kami bertemu tanpa sengaja mencoba akrab satu sama lain, saling mengerti dan menjalani hari-hari penuh makna. Pesahabatan dengan jarak yang begitu dekat itu membuat kami semakin mengenal pentingnya hubungan ini.
Tak lama kemudian, aku harus pergi meninggalkannya. Sesungguhnya hatiku sangat berat untuk ini, tapi apa boleh buat. Pertemuan terakhirku berlangsung sangat haru, tatapan penuh canda itu mulai sirna dibalut dengan duka mendalam.
“Van maafkan aku atas semua kesalahan yang pernah ku lakukan, ya.” Kataku saat ia berdiri pas di depanku.
“kamu gak pernah salah Citra, semua yang udah kamu lakukan buat aku itu lebih dari cukup.”
“pleace, tolong jangan lupain aku, Van”
“ok, kamu nggak usah khawatir.” Sesaat kemudian mobilku melaju perlahan meninggalkan sesosok makhluk manis itu.
Ku lihat dari dalam tempatku duduk terasa pedih sangat kehilangan. Jika nanti kami dipertemukan kembali ingin ku curahkan semua rasa rinduku padanya. Itu janji yang akan selalu ku ingat. Suara manis terakhir yang memberi aku harapan.
Penyesalan
Angin malam berhembus kencang menerjang lapisan kulit setiap insan yang merasakan meski rembulan tampil dengan bulat sempurna meski bintang-bintang terang benderang menghiasi malam, namun pemandangan tersebut tak turut menghibur hati Jono yang sedang padam bagai tersiram air yang deras.
Jono adalah seorang pria yang sedang berkepala lima akan tetapi satu persatu anaknya pergi meninggalkan Jono dan istrinya, mereka tidak tahan dengan kondisi ekonomi keluarganya.
Jono termenung tak berdaya, pandangannya kosong yang di pikirnya hanya satu bagaimana ia mendapatkan uang dan tidur pulas di rumah bersama Tini istrinya dan Riko anaknya yang masih tersisa, ia tak berani pulang ke rumah dengan tangan hampa sebab jika pulang ia hanya mendapatkan cacian dari sang istri bahkan ia di suruh tidur di luar rumah, sebenarnya Jono tak tahan lagi atas perlakuan Tini, namun apa daya nasi telah menjadi bubur padahal sejak masih menjadi kekasihnya ,Ibu Jono melarang Jono berhubungan dengan Tini,Ibu Jono tidak suka dengan sikap Tini yang sombong dan tak sopan itu akan tetapi Jono memperdulikannya, ia hanya ingin menikah dan membangun keluarga baru bersama istrinya yang cantik yaitu Tini dan kini hanya ada penyesalan yang mendalam yang di rasakan seorang pria yang selalu memakai kaca mata minues, selain hidupnya sengsara,ia pun sudah di coret dalam buku harta warisan orang tuanya,bahkan ia menikah tanpa restu dan kehadiran sang Ibu yang dulu di sayangnya.
Dua jam berlalu, Jono masih dalam posisinya, duduk dan memandangi bintang di langit berharap bintang itu jatuh kemudian ia dapat berdoa agar seseorang dapat membantu kesusahannya.Dua jam yang tak sia-sia tiba-tiba benda asing jatuh dari langit,melihat peristiwa tersebut sontak membuat Jono terkejut, ia beranggapan bahwa benda asing itu adalah sebuah bintang yang jatuh dari angkasa,tanpa pikir panjang Jono segera memanjatkan doanya.
At The Romantic Paris
Selalu teringat dibenakku kejadian dua minggu yang lalu. Teringat akan senyuman tulus gadis itu juga kedua mata indahnya yang kugambarkan mirip dengan bulan terang di malam hari. Saat nyaris saja sebuah mobil menabrak gadis itu, dengan sigapnya aku menolong gadis yang tidak kuketahui namanya itu bak seorang pahlawan. Kejadian itu benar-benar membuatku gelisah sekarang. Ditambah pancaran sinar dari wajah cantik gadis itu yang membuatku tambah tak karuan. Bahkan hingga saat ini, aku masih saja terus gelisah memikirkan gadis cantik itu. Hingga saat ini, saat sesuatu yang tidak terduga datang lagi kepadaku..
Kupotret bangunan-bangunan di Kota Tua sore itu, semua orang yang lewat, para pedangang yang menanti pembeli datang. Hingga sesuatu yang tidak terduga itu terjadi. Diantara banyak orang-orang lewat sambil tertawa ria, aku melihat sosok wajah yang familiar. Ya, gadis itu. Gadis yang kutolong dua minggu lalu. Dia juga sedang asik mengabadikan kejadian-kejadian menarik di Kota Tua sore itu. Kemudian terukir sebuah senyuman dibibirku, dan aku pun berlari menghampiri gadis itu. “Hey!” sapaku. Gadis itu menoleh sambil tersenyum indah dengan tampang agak sedikit bingung dan ragu. “Dua minggu lalu, kita ketemu saat kamu mau ketabrak mobil. Udah inget sama aku?” tanyaku menjawab tanda tanya dipikiran gadis itu. Gadis itu kemudian tertawa sambil menganggukkan kepalanya.
“So, kamu seneng photograph juga, Sar?” tanyaku setelah kami berkenalan dan aku tau nama gadis itu adalah Sarah. “Iya. Dari SMA aku udah suka photograph. Seneng aja gitu bisa ngabadiin hal-hal menarik yang kadang nggak kita sadarin” jawabnya sambil tersenyum lembut ditambah sebuah lesung pipi di pipi kanannya. Aku mengangguk. “Emm, kapan-kapan boleh kali hunting bareng. Hehe” ucapku basa-basi. “Oh, boleh-boleh! Secepatnya deh direncanain tempatnya, soalnya baru-baru ini aku juga ada rencana mau hunting gitu deh” jawabnya bersemangat. “Oke deh, pasti diusahain cepet cari tempat huntingnya, Sar” sahutku sambil mengedipkan satu mata kearahnya. Sarah tertawa kemudian dia memotret seorang ibu yang sedang menggandeng kedua anak kembarnya. “Mau es krim?” tanyaku lagi. Sarah mengangguk.
Langganan:
Postingan (Atom)